...|||ooooOO0OOoooo|||... Selamat Datang di Webblog Resmi Forum Anak Kabupaten Batang, Semoga Bermanfaat. ...|||ooooOO0OOoooo|||... Dukung Kabupaten Batang menuju Kabupaten Layak Anak.
On Jumat, Juni 26, 2009 by Lukman Hadi Lukito in , , , ,    No comments
Semarang, Kompas - Sekitar 50 anak yang terdiri dari buruh anak, anak jalanan, anak eks pengungsi, anak miskin perkotaan, anak panti asuhan, anak korban perkosaan, anak pekerja seks komersial, dan anak dalam HIV/AIDS, berkumpul bersama dalam Forum Anak Jawa Tengah (Jateng). Dalam forum tersebut, anak-anak tersebut berupaya menginventarisir persoalan sosial yang mereka hadapi serta mencari solusi memecahkan persoalan mereka.

"Teman-teman, diisi dulu kertas yang ada di tangan teman-teman. Tuliskan beberapa masalah yang akan kita bahas dalam forum ini," kata seorang anak perempuan yang berusia sekitar 13 tahun sambil menunjuk kertas di tangan teman-temannya. Pemandangan ini terjadi dalam Forum Anak Jateng yang diselenggarakan di Wisma Gedung Koperasi Pegawai Negeri RI (GKPRI) Semarang, Sabtu dan Minggu (26/8).

Anak-anak tersebut didampingi sejumlah LSM pemerhati anak di Jateng yaitu Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jateng, Asa PKBI Jateng, Yayasan Setara Semarang, KSP Biyung Emban Purwokerto, YKS Boyolali, FSRI Semarang, YSS Semarang, SARI Surakarta, dan Bina Bakat Surakarta.

Menurut Tengku Usda al Ahmady dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA), forum tersebut diharapkan menjadi parlemen anak. Di dalam forum tersebut anak bisa menumpahkan solusi dan masalah yang mereka hadapi. Forum ini berbeda dengan rumusan forum anak yang dikonsep Komnas Perlindungan Anak.

Forum Anak versi Komnas Perlindungan Anak, kata Usda, anak-anak dipersiapkan mengikuti Kongres Anak saja. Sedangkan, Forum Anak Jateng diharapkan bisa menjadi fasilitator bagi anak-anak tersebut untuk mencari pemecahan atas masalah yang telah dihimpun.

Tidak serius

Usda menambahkan, meskipun usia ratifikasi Konvensi tentang Hak Anak (KHA) Indonesia sudah 11 tahun, namun hingga kini Pemerintah Indonesia tidak serius melaksanakan ratifikasi tersebut. Ini terlihat dari banyaknya peraturan pemerintah dan peraturan daerah yang tidak berperspektif anak. Begitu pula dengan kebijakan yang dikeluarkan, sama sekali tidak berperspektif anak.

"Ratifikasi hanya dijabarkan dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres). Kami minta itu dicabut dan diganti dengan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA). Permintaan kami ini sudah sepuluh tahun kami gulirkan, namun baru sekarang dibahas," kata Usda.

Ia mencontohkan, kebijakan mengenai penggarukan anak-anak jalanan yang dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang. Ia menilai sama sekali tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Pemkot Semarang tidak berupaya mencari akar masalahnya. (vin)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan isi komentar anda dengan benar